LEARN / BLOG

PPKM Darurat tidak meningkatkan Kualitas Udara di Jakarta


WRITTEN BY

Adriel Kosasih and Piotr Jakubowski

PUBLISHED

19/01/2022

LANGUAGE

EN / ID

English / Indonesia


Blog ini adalah edisi kedua dari Seri 10 Wawasan dari 2021 yang disiapkan oleh tim Data Science nafas. 

Penasaran untuk mengetahui 8 wawasan yang lainnya? Jangan lupa untuk selalu cek aplikasi nafas dan nyalakan notifikasi kalian untuk mendapatkan update terbaru dari nafas.

Di era pandemi, lockdown terjadi di seluruh dunia. Dalam kebanyakan kasus, ketika lockdown terjadi, kualitas udara akan meningkat. Di Los Angeles, kualitas udara meningkat 25%. Di Delhi, kualitas udara meningkat sebesar 58% dan orang-orang bahkan melihat Gunung Himalaya untuk pertama kalinya dalam 30 tahun! 

Di Jakarta, pemerintah menggarisbawahi bahwa 60% polusi udara berasal dari transportasi. Artinya selama lockdown yang mengurangi mobil di jalan, kualitas udara harus membaik seperti di Los Angeles dan Delhi.

(Sumber: CNN.com)

Lebih sedikit kendaraan, lebih sedikit aktivitas manusia = kualitas udara lebih baik bukan?

Menurut data yang dianalisis oleh tim Nafas Data Science, kualitas udara tidak membaik.

KUALITAS UDARA. MEMBURUK.

Mari kita lihat grafik di bawah ini.

Lockdown pada tahun 2020: Tidak ada dampak nyata pada kualitas udara

Pada tahun 2020, ada beberapa kali dalam setahun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan untuk mengurangi interaksi sosial dan penyebaran COVID. Bagi banyak orang, ini berarti kantor ditutup yang selanjutnya mengurangi jumlah kegiatan yang berhubungan dengan transportasi.

Selama PSBB 1 mulai 10 April - 4 Juni 2020 terjadi peningkatan kualitas udara yang terbatas. Menurut sensor Nafas kami di Jakarta Selatan, rata-rata AQI selama periode ini adalah 128, yaitu 1,5 kali di atas rekomendasi rata-rata tahunan WHO 2005.

Selama PSBB 2 yang diberlakukan pada September lalu, data kualitas udara sudah jauh membaik. Namun, ini adalah akibat dari hujan dan angin yang sangat deras, menyebabkan banjir yang tidak normal di berbagai bagian kota (tautan ke artikel di sini).

Namun, banyak orang berpendapat bahwa PSBB 1 dan PSBB 2 tidak benar-benar “lockdown” dan masih banyak kegiatan yang berlangsung.

Pada Juli 2021 setelah munculnya Covid varian Delta, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan PPKM Darurat yang secara efektif melarang transportasi non-esensial dan jauh lebih ketat.

Lockdown Tahun 2021: PPKM Darurat = Darurat Kualitas Udara

Pada 6 Juli 2021, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, yang secara efektif menghentikan pergerakan orang yang tidak penting di berbagai kota di Indonesia termasuk Jakarta.

Selama periode ini, 100% bekerja dari rumah, mal, bisnis dan tempat ibadah ditutup, dan izin khusus diperlukan untuk bergerak di sekitar kota. Bahkan Google Maps menunjukkan 0 lalu lintas di jalan.

Tentunya ini berarti polusi udara akan menjadi lebih baik.

Pada 117 sensor di Jabodetabek, polusi udara memburuk selama 3 minggu setelah PPKM Darurat dimulai dan dan kisaran AQI di Jabodetabek antara 112 - 169, yaitu sekitar 3 - 4 kali di atas pedoman rata-rata tahunan WHO 2005.

Jadi apa artinya ini?

Transportasi Bukan Satu-satunya Penyebab Polusi Udara

Apa yang salah? Faktor tambahan apa yang mungkin berdampak pada AQI jika jumlah mobil dan manusia lebih sedikit? Polusi tidak hanya berasal dari mobil atau aktivitas manusia lainnya; itu juga berasal dari industri, pembakaran sampah, dan berbagai sumber lainnya.

Meskipun emisi kendaraan dan aktivitas manusia sama-sama berkontribusi terhadap polusi udara, tampaknya sumber lain memiliki pengaruh yang jauh lebih besar daripada dua sumber paling umum, yang sebelumnya diyakini menyumbang 60% dari keseluruhan polusi.

Jangan lupa baca Edisi Pertama Seri 10 Wawasan dari 2021 kami di sini: Lagi Musim Hujan, Kok Kualitas Udara Lebih Buruk dari Tahun Lalu?